Al-Qur’an
Kalam (perkataan) Allah SWT yg diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya (QS. 26: 192-195).Al-Qur’ an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.Kata Al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yg berarti membaca dan bentuk masdar (kata dasar)-nya adalah qur’an yg berarti bacaan. Al-Qur’an dengan makna bacaan dinyatakan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat, antara lain dalam surah2 al-Qiyamah ayat 16-18,al-Baqarah ayat 185, al-Hijr ayat 87.
SEJARAH AL-QUR’AN.
Sebagai wahyu (QS. 4:163), surah2 dan ayat2 Al-Qur’an diturunkan oleh AllahSWTsecara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW selama kurang lebih duapuluhtiga tahun masa kenabiannya. Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur ini antara lain adalah:
(1) untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW dengan cara mengingatkannya terus-menerus,
(2) lebih mudah dimengerti dan diamalkan oleh pengikut2 rasulullah SAW,
(3)diantara ayat2 itu ada yg merupakan jawaban atau penjelasan dari suatu pertanyaan atau masalah yg diajukan kepada Nabi SAW sesuai dengan keperluan,
(4) hukum2 Allah SWT yg terkandung di dalamnya mudah diterapkan secara bertahap, dan
(5) memudahkan penghafalan.
Setiap kali menerima wahyu, Nabi SAW lalu menghafalkannya (QS. 75: 16-19). Hafalan Nabi SAW ini selalu dikontrol oleh Malaikat Jibril. Setelah itu Nabi SAW segera mengumpulkan sahabat- sahabatnya untuk menyampaikan wahyu yg baru diterimanya. Nabi SAW pun menyuruh para sahabat untuk menghafalkan wahyu yg diterimanya. Di samping itu, Nabi SAW juga menyuruh sahabat-sahabatnya yg pandai menulis untuk menuliskan ayat2 ygditurunkan. Ketika di Madinah, Nabi SAW memiliki beberapa orang jurutulis, di antaranya yg terkenal ialah Zaid bin Sabit.
KODIFIKASI AL-QUR’AN.
Kodifikasi atau pengumpulan Al-Qur’an telah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW, bahkan telah dimulai sejak masa2 awal turunnyaAl-Qur’an. Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur. Setiap kali menerima wahyu, Nabi SAW lalu membacakannya di hadapan para sahabat karena ia memang diperintahkan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka (QS.16:44). Di samping menyuruh sahabat menghafalkan ayat2 yg diajarkannya, Nabi SAW juga memerintahkan sahabat yg pandai menulis untuk menuliskannya di atas pelepah2 kurma, lempengan2 batu, dan kepingan2 tulang. Dalam pada itu, para sahabat pun sangat bersungguh-sungguh dalam menghafalkan atau mempelajari Al-Qur’an. Sahabat yg pandai menulis juga sangat berhati-hati menuliskan ayat2. Hal ini didorong oleh keyakinan mereka bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yg harus dijadikan pedoman hidup, sehingga perlu dijaga dengan baik. Setelah ayat2 yg diturunkan cukup satu surah, Nabi SAW memberi nama surah tersebut untuk membedakannya dari surah yg lain. Nabi SAW juga memberi petunjuk tentang urutan penempatan surah di dalamAl-Qur’an. Penyusunan ayat2 dan penempatannya di dalam susunan Al-Qur’an juga dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Cara pengumpulan Al-Qur’an yg dilakukan di masa Nabi SAW tersebut berlangsung sampai Al- Qur’an sempurna diturunkan dalam masa kurang lebih 23 tahun. Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, dalam hadis yg diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, setiap tahun Malaikat Jibril datang kepada Nabi SAW untuk memeriksa bacaannya. Bahkan pada tahun wafat Nabi SAW, Malaikat Jibril datang dua kali. Malaikat Jibril mengontrol bacaan Nabi SAW dengan cara menyuruhnya mengulangi bacaan ayat2 yg telah di wahyukan. Kemudian Nabi SAW sendiri juga melakukan hal yg sama, yaitu mengontrol bacaan sahabat-sahabatnya sehingga dengan demikian terpeliharalah Al-Qur’an dari kesalahan dankekeliruan. Pada masa Rasulullah SAW, sudah banyak sahabat ( baik dari kalangan Muhajirin maupun Ansar) yg menghafal beberapa puluh surah. Bahkan banyak juga yg telah menghafal setengah Al-Qur’an dan seluruh isinya dengan lancar. Di antara yg menghafal seluruhnya ialah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Talhah, Sa’ad, Huzaifah, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin Abbas, Amr bin As, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Abdullah bin Zubair, Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Salamah, Ubay bin Ka’b, Mu’az bin Jabal, Zaid bin sabit, Abu Darda dan Anas bin Malik. Adapun sahabat2 yg menjadi juru tulis wahyu, antara lain adalah : Abu Bakar as Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin Sabit, Ubay bin Ka’b,Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amrbin As. Tulisan ayat2 Al-Qur’an yg ditulis oleh mereka disimpan dirumah Rasulullah SAW. Mereka pun masing2 menulis untuk disimpan sendiri. Walaupun demikian, tulisan2 itu belum dikumpulkan dalam satu mushaf (sebuah buku yg terjilid seperti yg dijumpai sekarang), melainkan masih berserakan.
Setelah Rasulullah SAW wafat danAbu Bakar dipilih menjadi Khalifah . Terjadinya Perang Yamamah yg merenggut korban kurang lebih tujuh puluh sahabat penghafal Al-Qur’an membuat Umar bin Khattab lalu menyarankan kepada Khalifah Abu Bakar agar menghimpun surah2 dan ayat2 yg masih berserakan ke dalam satu mushaf. Khafilah Abu Bakar lalu memerintahkan Zaid bin Sabit untuk memimpin tugas kodifikasi ini dengan dibantu oleh Ubay bin Ka’b, Alibin Abi Talib, Usman bin Affan, dan beberapa sahabat qurra’ (pembaca2)lainnya. Meskipun Zaid bin Sabit seorang penghafal Al-Qur’an dan banyak menuliskan ayat2 di masa Nabi SAW, ia tetap sangat berhati-hati dalam melakukan pengumpulan ayat2 Al- Qur’an itu. Di dalam usaha kodifikasi ini, Zaid bin Sabit berpegang pada tulisan2 yg tersimpan di rumahRasulullah SAW, hafalan2 dari sahabat, dan naskah2 yg ditulis oleh para sahabat untuk mereka sendiri. Zaid bin Sabit menghimpun surah2 dan ayat2 Al-Qur’an sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW sebelum wafat dan menulisnya di atas lembaran2 kertas yg di sebut Suhuf2. Suhuf2 itu lalu disusun menjadi satu mushaf dan kemudian diserahkan kepada Abu Bakar.Mushaf ini tetap disimpan Abu Bakar sampai ia wafat. Ketika Umar menjabat khalifah, mushaf itupun berada dalam pengawasannya. SetelahUmar wafat, mushaf ini disimpan di rumah Hafsah, putrinya yg juga adalahistri Rasulullah SAW. Pada masa Khalifah Usman bin Affan, timbul perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai soal kiraah (cara membaca Al- Qur’an). Perbedaan pendapat ini mulanya disebabkan oleh sikap Rasulullah SAW yg memberi kelonggaran kepada kabilah2 Arab yg adapada masa itu untuk membaca dan melafalkan Al-Qur’ an menurut lahjah (dialek) mereka masing2. Kelonggaran ini diberikan oleh Nabi SAW dengan maksud agar mereka mudah menghafal Al-Qur’an. Akan tetapi dalam perkembangan Islam kemudian, terutama setelah bangsa2 yg memeluk Islam semakin beragam sebagai akibat dari bertambah luasnya daerah Islam, cara membaca Al-Qur’an pun menjadi semakin bervariasi sesuai dengan dialek masing2. Hal inilah yg menimbulkan perselisihan masalah kiraah.Masing2 kabilah menganggap dialeknyalah yg benar sedangkan dialek lainnya salah. Atas usul Huzaifah, Khalifah Usman lalu membentuk suatu lajnah (panitia) yg terdiri atas Zaid bin Sabit sebagai ketua dan anggota- anggotanya adalah Abdullah bin Zubair, Sa’id bin As, dan Abdurrahman bin Haris. Kemudian Usman meminjam mushaf Al-Qur’an yg disimpan di rumah Hafsah dan memberikannya kepada panitia yg telah terbentuk. Tugas utama lajnah ialah menyalin mushaf itu ke dalam beberapa naskah sambil menyeragamkan dialek yg digunakan, yaitu dialek Kuraisy (Al-Qur’an diturunkan melalui dialek Kuraisy). Setelah tugas panitia selesai, Usman mengembalikan mushaf yg telah disalin itu kepada Hafsah. Al-Qur’an yg telah disalin dengan dialek yg seragam itulah yg disebut Mushaf Usmani. Semuanya berjumlah lima buah. Satu mushaf disimpan di Madinah, yg kemudian dikenal dengan mushaf al-Imam. Empat lainnya dikirim ke Mekah, Suriah, Basra, dan Kufah untuk disalin dan diperbanyak. Selanjutnya Usman memerintahkan agar mengumpulkan semuatulisan Al-Qur’an selain dari mushaf Usmani untuk dimusnahkan dan hanya boleh menyalin dan memperbanyak tulisan Al-Qur’an dari mushaf yg resmi, yaitu mushaf Usmani. Usaha kodifikasi Al-Qur’an di masa Usman membawa beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut.
(1) Menyatukan umatIslam yg berselisih dalam masalah kiraah.
(2) Menyeragamkan dialek bacaan Al-Qur’an.
(3) Menyatukan tertib susunan surah2 menurut tertib mushaf2 yg dijumpai sekarang.
Dalam perkembangan selanjutnya, mushaf yg dikirimkan Usman ke berbagai propinsi Islam itu mendapat sambutan yg positif di kalangan umat Islam. Mereka menyalin dan memperbanyak mushaf2 itu dengan sangat hati2. Diriwayatkan bahwa AbdulAziz bin Marwan (gubernur Mesir) setelah menulis mushaf-nya, menyuruhorang lain untuk memeriksanya sambil menjanjikan bahwa siapapun yg dapatmenemukan suatu kesalahan dalam tulisannya akan diberi hadiah berupa seekor kuda dan tiga puluh dinar.
No comments:
Post a Comment